PAKAN
ALTERNATIF UNTUK KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA LELE DUMBO
(Clarias gariepinus BURCHELL)
Toguan
Sihombing, Mas Eriza, Yuneidi Basri
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang
E-mail : toguan.sihombing@gmail.com
ABSTRACT
This
study was conducted to examine the effect formulations alternative feed on
survival and growth of dumbo catfish (Clarian
gariepinus Burchell). Dumbo
catfish fry 4 day old were reared for 12 days in density of 10
fish/liter and feed larvae with 4 treatments and 3 replications : Treatment A (Fresh Tubifex sp 100%), treatment B (Rinuak
fish of dough marten 100%), treatment
C (Rinuak fish of dough marten 80%, powder feed commersial larvae
15% and powdered milk 5%). Treatment
D (Rinuak fish of dough marten 60%, powder feed commersial larvae
25%), powdered milk 15%). The daily of observed to mortality and during first 6
day of grouth larvae. The results of study showed that higher survival rate was
obtained in treatment B (99.40%) and where are treatments of non significant. Higher daily growth rate was obtained in
treatment A (18,8%) and statistic on treatments is very significant.
Key Word: Dumbo catfish, Tubifex sp, powder
feed commersil larvae, powdered milk, larvae
I. PENDAHULUAN
Secara nasional, ada 5 jenis ikan air
tawar sebagai komoditi prioritas yang menjadi andalan dalam bidang perikanan
budidaya, diantaranya adalah nila, lele, patin, gurami dan ikan mas. Untuk meningkatkan produksi ikan lele yang menjadi
prioritas tersebut, jumlah larva yang dihasilkan hingga jadi benih sangat
tergantung pada kecukupan pakan alami. Jenis pakan alami yang paling banyak
digunakan adalah cacing sutera. Namun untuk memenuhi kebutuhan cacing sutera,
pembenih sering dihadapkan pada kendala tidak tercukupi karena gangguan cuaca,
stok cacing terbatas dan banyaknya kematian pada saat pengangkutan karena jauh
atau lama dalam perjalanan.
Gambar 1. Ikan Rinuak (Psilopsis sp)
Dalam penelitian ini, dilakukan
ujicoba pakan berbahan baku lokal yaitu penggunaan ikan rinuak (Psilopsis sp)
yang merupakan jenis ikan kecil berukuran antara 15-25 mm. Ukuran tersebut
sudah merupakan ikan rinuak dewasa. Ikan tersebut banyak ditemui di pasar-pasar
tradisional sebagai hasil tangkapan dari Danau Maninjau.
Ikan
rinuak sebagai salahsatu hasil tangkapan yang berlimpah memiliki tekstur daging
yang lunak. Jika di blender hasil pasta yang diperoleh sangat halus dan tepat
untuk diberikan sebagai pakan alternatif untuk larva lele dumbo. Oleh karena
itu, untuk mengatasi permasalahan kekurangan stok cacing sutera, maka ikan
rinuak tersebut dapat diberikan sebagai pilihan pakan alternatif dalam
memproduksi larva lele dumbo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian beberapa formula sebagai pakan alternatif untuk kelangsungan hidup
dan pertumbuhan larva lele dumbo.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini dilakukan selama 16 hari yaitu dari Tanggal 24 Februari s.d 12 Maret 2013
di Unit Pengembangan Budidaya Air Tawar Sinar Bawal Farm, Jorong Ujung Padang
Nagari Kampung Tangah Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera
Barat.
Bahan
uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva lele dumbo umur 4 hari hasil
dari pembenihan ang dilakukan di lokasi penelitian dengan padat tebar 10
ekor/liter. Sebagai pakan kontrol dalam penelitian ini adalah cacing sutera
hidup, sedangkan jenis pakan yang diuji diantaranya ikan rinuak (Psilopsis sp), pakan larva komersil
berupa tepung (PSC 9001) dan susu bubuk. Wadah yang digunakan untuk
pemeliharaan larva adalah bak plastik ukuran 160 x 70 x 50 cm sebanyak 12
petak. Pada semua petak bak diberikan atap peneduh dari plastik transparan.
Rancangan
Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Penempatan perlakuan dilakukan secara acak. Sebagai perlakuan pakan uji adalah : Perlakuan A, Cacing sutera hidup (100%), Perlakuan B, Adonan ikan
rinuak kukus (100%), Perlakuan C, Adonan ikan rinuak kukus (80%), pakan larva
komersil berupa tepung (15%) dan susu bubuk
(5%), Perlakuan D, Adonan ikan rinuak kukus
(60%), pakan larva komersil berupa tepung (25%) dan susu bubuk (15%).
Persiapan pakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah cacing
sutera untuk perlakuan A ditampung di bak tersendiri dengan kondisi
segar/hidup. Melakukan pengukusan terhadap ikan rinuak dan selanjutnya
menghitung pakan uji sesuai persentase setiap perlakuan menggunakan sendok takar
plastik. Masing-masing pakan untuk perlakuan B,C dan D dimasukkan kedalam gelas
plastik lalu diaduk hingga tercampur merata. Selanjutnya disimpan dalam kulkas.
Bahan pakan yang disimpan dalam
kulkas hanya untuk 3 hari pemberian dan seterusnya disiapkan kembali agar
kondisi pakan lebih segar. Peubah yang diamati adalah kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva lele. Data tentang tingkat
kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva lele dumbo dianalisis dengan Analisa
Varian (Anava) dan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) atau Uji F. Setelah data
dianalisis maka diperoleh nilai F Hitung dan kemudian dibandingkan dengan F
Tabel dengan tingkat kepercayaan 95% dan 99%.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup adalah persentase jumlah larva yang
hidup selama kegiatan penelitian. Data hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
kelangsungan hidup larva lele dumbo pada perlakuan A adalah 98,93%, Perlakuan B
99,40%, perlakuan C 99,06% dan perlakuan D 98,23%.
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan
bahwa nilai F hitung yang diperoleh
kecil dari F tabel, yang berarti tingkat kelangsungan
hidup antar perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (non
signifikan). Pada penelitian ini
kelangsungan hidup larva lele tertinggi yaitu pada perlakuan B sebesar
99,4%, sedangkan kelangsungan hidup terendah adalah pada perlakuan D yaitu
98,2% menggunakan campuran pakan ikan rinuak kukus diblender (60%) + tepung
pellet (25%) + susu formula (15%).
Gambar 2. Diagram rata-rata kelangsungan hidup larva lele dumbo
selama masa penelitian
|
Berdasarkan SNI Nomor: 01- 6484.4 – 2000 tentang Produksi benih ikan
lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar,
kelangsungan hidup larva lele antara 60-80%. Berpedoman kepada SNI tersebut,
maka tingkat kelangsungan hidup larva lele pada penelitian ini berada diatas
standar SNI. Penggantian air dalam bak pemeliharaan larva lele sejak hari ke-1
hingga hari ke-12 penelitian memiliki perbedaan antar perlakuan.
4.2. Pertumbuhan Panjang
Pertumbuhan panjang larva lele diperoleh dari hasil
pengurangan panjang akhir dengan panjang awal larva yang digunakan dalam
penelitian.
Data lengkap pengukuran panjang mutlak larva lele hingga hari ke-12
atau pada akhir penelitian disajikan pada tabel 2 . Hasil analisa sidik ragam menunjukkan
bahwa nilai F hitung besar dari nilai
F tabel, maka hipotesis awal
(Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Hi)
diterima, sebagaimana hasil Uji Lanjut Duncans (DMRT) bahwa pertumbuhan panjang mutlak antara perlakuan A dengan perlakuan B,
Perlakuan A dengan Perlakuan C serta perlakuan A dengan perlakuan D memberikan
hasil berbeda sangat nyata. Sedangkan perlakuan B dengan C , perlakuan B dengan
D serta perlakuan C dengan D memberikan hasil tidak berbeda nyata (non
signifikan).
Tabel 1. Pertumbahan Panjang (mm) Larva Lele
Dumbo selama Penelitian
Ulangan
|
Perlakuan
|
Total
|
|||
A
|
B
|
C
|
D
|
||
1
|
18,5
|
8,5
|
8,5
|
9,5
|
|
2
|
21,0
|
9,5
|
10,0
|
11,5
|
|
3
|
17,0
|
9,3
|
11,5
|
10,0
|
|
Total
|
56,5
|
27,3
|
30,0
|
31,0
|
144,8
|
Rata-Rata
|
18,8a
|
9,1b
|
10,0b
|
10,3b
|
12,05
|
Keterangan: - Superscript
yang berbeda menyatakan ada perbedaan yang nyata antar
perlakuan
- Superscript yang sama menyatakan tidak ada
perbedaan yang nyata antar
perlakuan
Pertumbuhan panjang mutlak larva pada
akhir penelitian lebih tinggi pada perlakuan A yaitu rata-rata 18,8 mm. Sedangkan pertumbuhan
panjang mutlak larva terendah diperoleh pada perlakuan B yang menggunakan pakan
uji ikan rinuak (100%), yaitu rata-rata 9,1 mm. Seterusnya adalah perlakuan C
rata-rata 10,0 mm dan perlakuan D rata-rata 10,3 mm.
Terjadinya perbedaan yang nyata antara perlakuan kontrol dengan pakan uji terhadap pertumbuhan panjang mutlak larva karena perlakuan A yang menggunakan
pakan berupa cacing
sutera (100%) adalah pakan alami
hidup dan dapat dikaitkan dengan hasil penelitian Madinawati,
dkk (2011) dimana nilai FCR cacing sutera mencapai 0,8, jentik nyamuk 2,4 dan
pellet butiran 2,3. sedangkan pakan
uji merupakan pakan buatan. Sebagaimana pada perlakuan C dan D, dimana ikan
rinuak kukus yang telah ditambahkan tepung pellet dan susu formula sesuai persentasenya,
tidak memberikan hasil yang nyata, dimana pertumbuhan mutlaknya hanya naik
rata-rata 10,0 mm dan 10,3 mm. Untuk perbandingan kandungan nutrisi sebagaimana
tabel 3.
Meskipun perlakuan D, memiliki nilai
protein lebih tinggi dari perlakuan C dan B, namun tidak memberikan perbedaan
yang nyata terhadap pertumbuhan panjang total larva lele karena kandungan
protein yang dimilikinya dari kontribusi tepung pellet berprotein tinggi yang
dicampurkan tidak dapat tercerna sepenuhnya oleh sistem pencernaan larva lele.
Terkait dengan tidak tercernanya
protein yang ada dalam pakan meskipun nilai proteinnya tinggi tapi tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan larva lele dapat dipedomani sebagaimana
pendapat Stroband & Dabrowski (1979)
dalam Effendi (2004), yang menyatakan bahwa
pada kondisi saluran pencernaan yang masih sangat
sederhana, produksi enzim-enzim pencernaanpun sangat rendah.
Rendahnya
aktifitas enzim dan ketiadaan
salahsatu atau beberapa enzim
pencernaan akan sangat
mempengaruhi kemampuan cerna larva. Selain itu, aktivitas enzim merupakan salah satu
faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ikan secara
umum. Aktivitas enzim
pencernaan sendiri secara
umum bervariasi menurut umur
dan faktor fisiologis
ikan (Hepher, 1988 dalam
Fachrurrozi, 2000) . Perubahan atau variasi
aktivitas enzim berhubungan
dengan tingkat perkembangan
sistem pencernaan dan perbedaan
kebutuhan nutrien dalam
setiap stadia kehidupan
larva (Cahu dan Infante, 1995 dalam Effendi, 2006).
Tabel 2. Perbandingan Kandungan Protein Pakan yang
digunakan
dalam
Penelitian
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Kode Sampel
|
|||
A
|
B
|
C
|
D
|
|||
1
|
Protein
|
%
|
57,00
|
16,30
|
19,56
|
24,25
|
2
|
Lemak
|
%
|
13,30
|
4,85
|
4,97
|
5,34
|
3
|
Karbohidrat
|
%
|
2,04
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Abu
|
%
|
3,60
|
-
|
-
|
-
|
Keterangan: A, sumber : Chumaidi et.al., 1990 dalam
Khairuman, dkk,2008
B, C dan D berdasarkan Surat Keterangan Hasil Analisis No.
012/UM/LK/UBH/III-
2013 Tanggal 19 Maret 2013.
Dari rata-rata pertumbuhan panjang mutlak lele dumbo pada
perlakuan A 18,8 mm digolongkan kepada pertumbuhan cepat karena dalam kondisi
normal pada kolam pendederan I ukuran tersebut diperoleh setelah pemeliharaan
diatas 20 hari. Sementara untuk perlakuan B (9,1mm), C (10,0 mm) dan D (10,3
mm) masih pada batas yang wajar dan tidak dikatakan sebagai kategori
pertumbuhan lambat, karena berdasarkan SNI Nomor: 01- 6484.2 – 2000 Tentang
Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus
x C.fuscus) kelas benih sebar, untuk
panjang total benih lele dumbo pada umur maksimal 20 hari yaitu 10-30 mm.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka
dapat disimpulkan antara lain:
- Adonan ikan rinuak kukus 100% sebagaimana perlakuan B memberikan persentase kelangsungan hidup yang tertinggi pada larva lele dumbo, seterusnya diikuti oleh perlakuan C, A dan D.
- Cacing sutera hidup sebagaimana perlakuan A masih merupakan pakan larva lele yang paling baik karena memberikan laju pertumbuhan yang paling cepat dan memiliki perbedaan yang sangat nyata dibandingkan dengan perlakuan B, C dan D.
- Meskipun ikan rinuak sebagai bahan baku pakan alternatif belum dapat mengimbangi cacing sutera, namun dapat dijadikan sebagai pakan pengganti untuk memecahkan kesulitan dalam mendapatkan cacing sutera dan pertumbuhan panjang yang dihasilkan masih sesuai dengan SNI benih lele dumbo.
Adapun saran yang dapat disampaikan sesuai dengan hasil
penelitian ini adalah:
- Untuk aplikasi dilapangan, dianjurkan menggunakan perlakuan C dan diberikan kepada larva pada umur 5 hari, sebagai pakan awalnya adalah suspensi kuning telur ayam yang telah direbus.
- Perlu penelitian lanjutan pemakaian ikan rinuak melalui fermentasi atau dengan cara lain untuk meningkatkan kandungan proteinnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pemerintah
Kabupaten Agam, Dosen Pembimbing I Bapak Ir. H. Mas Eriza, M.P dan Dosen
Pembimbing II Bapak Ir. Yuneidi Basri, M.S serta Rekan sekerja dan Keluarga
tercinta .
DAFTAR PUSTAKA
Effendi,I, D. Jusadi & A. I. Nirwana, 2004.
Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betutu (Oxyeleotris
marmorata BLKR.), yang diberi Rotifer diperkaya Wortel. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 3(1): 9-13.
Fachrurrozi, 2000. Pengaruh Perendaman Larva Ikan
Patin (Pangasius hypopthal- mus) Umur
7 Hari dalam Larutan 17 Methylestoseron Pada Suhu Berbeda Terhadap Rasio
Kelamin, Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup. Skripsi FPIK, Institut Pertanian Bogor.
ReplyDeletePakan alternatif lainnya untuk benih ikan, dapat menggunakan kutu air Daphnia magna, Kandungan protein pada daphnia bisa mencapai 70% pada kondisi tertentu. Dan mengandung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan da[am pertumbuhan segala jenis ikan. Daphnia dapat dibudidayakan kembali, cocok sebagai pakan alternatif untuk segala jenis ikan.
Bagi yang membutuhkan bibit/starter Daphnia magna, Silahkan Order disini:
https://www.tokopedia.com/wshoptrusted/kutu-air-daphnia-magna-untuk-pakan-ikan-200-250-ekor
Setiap paket order sudah termasuk Panduan/cara kultur daphnia magna, yang sudah terbukti berhasil, dan dapat menghasilkan daphnia magna yang berkualitas.
Transaksi melalui TOKOPEDIA, transaksi dijamin 100% aman.
Terimakasih admin